Thursday, December 10, 2020

Wanita Itu Bernama Ja’rah

Innalillahiwainnailaihiroji’un.. Seruan ini tidak lagi asing pada ummat muslim, pertanda telah terjadi musibah yang mesti diikhlaskan karena Allah, Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan tempat kembali semua makhluk di muka bumi ini.

Hari ini adalah hari keenam ummat Islam menjalankan ibadah puasa di tahun 1433 Hijriah, dan ternyata sang Maha Kuasa telah memanggil salah seorang hambaNya di tempat tinggalku untuk menghadap kepadaNya, dia bernama “Ja’rah”. Perempuan yang akrab dipanggil ‘penganten’ itu menutup usia diumur 63. Panggilan penganten merupakan panggilan khas yang diperuntukkan bagi orang yang baru menikah hingga ia memiliki anak atau keturunan dan barulah kemudian setelah memiliki anak ia dipanggil dengan nama ‘peraman’nya yaitu nama anak pertamanya. Akan tetapi panggilan peraman itu tidak bernasip pada almarhumah Ja’rah.

Bercerita panjang tentang penganten Ja’rah ini mungkin bisa kita jadikan refrensi baru mengenai legenda wanita-wanita tabah dimuka bumi ini. Betapa tidak, 40 tahun yang lalu ketika dia berumur sekitar 25 tahun, dia dinikahi seorang ‘bajang’ (bahasa sasak yang berarti pemuda) yang seumuran dengannya. Saat itu mungkin menjadi salah satu kebahagian paling berharga dan terkenang dalam hidupnya karena dalam benak hati setiap pasangan baru pasti berangan-angan untuk hidup lebih baik, menjalani kehidupan bersama selamanya dan memiliki keturunan yang menghormatinya untuk dapat merawatnya diwaktu tua dengan penuh cinta. Mungkin sederetan angan-angan ini juga terbersit dibenak hati penganten Ja’rah pada saat itu.

Takdir berkata beda, angan-angan itu tak tercapai. Dia hidup berkecukupan, tidak lebih baik dari sebelumnya, penantian panjang atas hadirnya keturunan menghiasi perjalanan rumah tangganya. Sepuluh tahun umur pernikahannya tak kunjung mendapatkan keturunan, pasrahpun mulai terucap dari bibirnya. Bukan sampai di sana, suami yang dicintainya ternyata memilih untuk menceraikannya. Kini penganten Ja’rah adalah seorang janda tua, telah kehilangan suami dan harapan untuk memiliki keturunan layaknya perempuan pada umumnya.

Hari ini hembusan nafas terakhir mengakhiri kesendirian penganten Ja’rah dalam menjalani hidup, dia tidak meninggalkan orang istimewa yang akan mendo’akan dan menziarahi makamnya. Semoga dia bahagia di alam sana.

Kita semua menyadari betapa pentingnya memiliki anak dari suatu pernikahan yang kita jalani. Bahkan sejarah mencatat betapa dianggap rendahnya wanita ketika tidak mampu memberi keturunan, tidak sedikit dari laki-laki yang menceraikannya. Keputusan bercerai dengan wanita yang mandul adalah tepat menurut mereka, anggapannya bahwa wanita seperti itu adalah wanita yang sia-sia. Memang tidak mudah untuk dihadapkan dengan masalah seperti itu, akan tetapi secara fitrah Tuhan menciptakan bumi dan seisinya bukan dengan percuma, jadi sudah seharusnya kita menghilangkan kata sia-sia pada semua benda di muka bumi ini baik itu buatan manusia lebih-lebih ciptaan Tuhan. Wanita adalah ciptaan Tuhan, jadi hargai dan hormati dia meskipun dia tidak mampu memberi keturunan. 

Tulisan ini aku persembahkan untuk para wanita dimanapun berada agar selalu tabah dan sabar menghadapi segala cobaan.

Bagi yang telah menikah dan telah dikaruniakan anak, syukuri apa yang Tuhan berikan saat ini.

Bagi laki-laki yang saat ini berniat menceraikan istrinya, fikirkan kembali keputusan terbaik sebelum mengucap kata cerai itu, karena tak ada manusia yang tak mau hidup bahagia, tak ada manusia yang ingin setiap waktu mendapat masalah, wanita juga manusia, hargai dia meskipun dia tak mampu memberikan keturunan, karena pada dasarnya itu diluar kehendak kita sebagai makhluk. Berikan wanita kebahagiaan dengan cinta dan kasih sayang untuk selama-lamanya.