(Sumber Gambar: Wikipedia)
Para Sahabat radhiallohu ‘anhum dalam
menyusun surat-surat Alqur’anul Karim menempatkan surat Al-Ikhlash pada urutan
ke-112 atau merupakan tiga surat terakhir sebagai penutup susunan surat. Jumlah
ayat dari surat Al-Ikhlash yaitu empat ayat dan termasuk dalam kategori surat
Mufashshol pendek.
Adapun berdasarkan waktu turunnya, surat
tersebut tergolong dalam surat Makiyyah yaitu surat yang turun pada periode
Makkah atau sebelum Rasululloh shallallohu ‘alaihi wassallam hijrah.
Menurut Syaikh Al-Utsaimin bahwa surat
Al-Ikhlash dinamakan demikian karena di dalamnya murni membicarakan sifat Allah
Ta’ala sehingga kita harus ridho terhadap sifat-sifat tersebut dan berserah
diri hanya kepadaNya.
Asbabun Nuzul dari surat Al-Ikhlash yaitu
sebagaimana yang diterangkan dalam hadist yang terdapat dalam Musnad Imam
Ahmad 5/134 yakni dari Ubai bin Ka’ab radhiallohu ‘anhu bahwa orang-orang
musyrik berkata kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wassallam
يامحمدانسب لناربك
“Wahai Muhammad, jelaskan kepada kami
silsilah keturunan Tuhanmu,” maka Allah Ta’ala menurunkan surat Al-Ikhlash.
Adapun tafsir ayat-ayatnya sebagai berikut:
1. Ayat pertama
قل هوالله احد
“Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa”
Kata ‘Qul’ dalam ayat di atas berarti
‘katakan’, kata perintah tersebut secara khusus mengacu kepada Rasululloh
shallallohu ‘alaihi wassallam adapun secara umum mengacu kepada semua ummat
beliau hingga akhir zaman.
Kata ‘hua’ (Dia) dalam ayat di atas bukanlah
muzakkar haqiqi akan tetapi merupakan muzakkar majas sebagaimana kata ‘qomar’
(bulan) disandingkan dengan kata ganti ‘hua’ menjadi ‘hua-alqomar’ sedangkan
‘syamsi’ (matahari) disandingkan dengan kata ‘hia’ menjadi ‘hia-syamsi’ dan ini
menunjukkan bahwa kata ‘hia’ pada ‘syamsi’ tersebut merupakan muannas majas.
Kata ‘ahad’ dalam ayat di atas bermakna satu
yang tidak terbagi, adapun satu yang merupakan satu kesatuan (yang ada
bagian-bagiannya) disebut ‘wahid’.
Makna keseluruhan ayat pertama ini menurut
Al-Qurtubhi rahimahulloh yaitu Al Wahid Al Witr tidak ada yang serupa
denganNya, tidak ada yang sebanding denganNya, tidak memiliki istri ataupun
anak, dan tidak ada sekutu bagiNya.
2. Ayat kedua
الله اصمد
“Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu”
Makna kata ‘ashshomad’ dalam ayat tersebut
menurut Ibnul Jauziy yakni Allah adalah As Sayid (penghulu) tempat makhluk
menyandarkan segala hajat padaNya, Dia tidak memiliki rongga (perut), Dia Maha
Kekal bahkan tetap kekal setelah makhluk ciptaanNya binasa.
Ikrimah radhiallohu ‘anhu mengungkapkan bahwa
makna ayat kedua secara keseluruhan yakni seluruh makhluk bersandar atau
bergantung kepadaNya dalam segala kebutuhan maupun permasalahan.
Adapun Ali bin Abi Tholhah memaknai ayat
kedua ini yaitu Dialah As Sayyid (pemimpin) yang kekuasaanNya sempurna. Dialah
Asy Syarif yang kemuliaanNya sempurna. Dialah Al’Azhim yang keagunganNya
sempurna. Dialah Al Halim yang kemurahanNya sempurna. Dialah Al ‘Alim yang
ilmuNya sempurna. Dialah Al Hakim yang sempurna dalam hikmah atau hukumNya.
Allahlah yang Maha Sempurna dalam segala kemuliaan dan kekuasaan. SifatNya ini
tidak pantas kecuali bagiNya, tidak ada yang setara denganNya, tidak ada yang
semisal denganNya. Maha Suci Allah yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
3. Ayat ketiga
لم يلدولم يولد
“Dia tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan”
Ayat ini merupakan jawaban atas tuduhan kaum
Yahudi dan Nashrani yang masing-masing mengatakan bahwa ‘Uzair dan Isa adalah
anak Allah, sikap syirik mereka tersebut Allah cantumkan dalam Al-Qur’an surat
At-Taubah ayat 30-31. Sedangkan musyrik Arab mengatakan bahwa malaikat adalah
anak perempuan Allah (dalilnya terdapat dalam surat Az-Zukhruf ayat 19 dan
Al-Anbiya ayat 26).
Semua klaim-klaim tersebut Allah tiadakan
dengan ayat ini, bahwa Allah tidak beranak lalu dari anak tersebut akan
mendapat warisan, tidak! Allah juga tidak pula diperanakkan yang kemudian
karena hal itu Allah akan disekutui, Maha Suci Allah atas apa yang telah mereka
persekutukan.
4. Ayat keempat
ولم يكن له كفواحد
“dan tidak ada seorangpun yang setara dengan
Dia”
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
mengungkapkan bahwa maksud ayat keempat ini yaitu tidak ada yang serupa atau
setara dengan Allah dalam hal nama, sifat dan perbuatan.
Beberapa keutamaan dari Surat Al-Ikhlash
yaitu Al-Ikhlash mengandung sepertiga isi Al-Qur’an dan membaca Al-Ikhlas dapat
mendatangkan cinta Allah Ta’ala. Adapun dalilnya terdapat dalam hadist Riwayat
Bukhori dari sahabat Abu Sa’id radhiallohu ‘anhu bahwa Rasululloh shallallohu
‘alaihi wassallam bersabda kepada para sahabat
ايعجز أحدكم أن يقرأثلث القران في ليلة, اينا يطيق
ذلك يارسول الله, فقال الله الواحدالصمدثلث القران
“Apakah akan melemahkan seorang diantara
kalian untuk membaca sepertiga Al-Qur’an dalam satu malam?, para sahabat menjawab
Siapakah diantara kami yang mampu melakukan hal itu wahai Rasululloh? Maka
beliau bersabda 'alwahidu ashshomad' (Al-Ikhlash) adalah sepertiga Al-Qur’an”.
Maksud dari sepertiga Al-Qur’an bukanlah
dengan membacanya lalu kita seolah-olah mengkhatamkan sepertiga Al-Qur’an,
bukan. Akan tetapi isi Al-Qur’an terdiri atas tiga bahasan yaitu sifat-sifat
Allah, hukum dari Allah dan kisah-kisah orang atau ummat terdahulu. Maka
pantaslah Al-Ikhlas dikatakan sepertiga Al-Qur’an karena Al-Ikhlas ini konten
seluruhnya tentang sifat-sifat Allah, sedangkan sifat-sifat Allah merupakan
salah satu dari tiga bahasan Al-Qur’an.
Dalil membaca Al-Ikhlas dapat mendatangkan
cinta Allah yaitu hadits Riwayat Bukhori dari ibunda Aisyah radhiallohu ‘anha,
beliau menceritakan bahwa suatu hari Rasululloh shallallohu ‘alaihi wassallam
mengutus seorang pria untuk suatu perang, pria ini membacakan untuk para
sahabat dalam sholat mereka lalu dia menutup bacaan itu dengan membaca surat
Al-Ikhlash, setelah mereka pulang mereka menyebutkan hal itu kepada Nabi
shallallohu ‘alaihi wassallam maka beliau bersabda, tanyakan padanya mengapa
dia melakukan hal itu? Maka para sahabat bertanya padanya,
فقال لانهاصفةارحمن وأناأحب أن أقرأبها, فقال انبي
صلي الله عليه وسلم أخبروه أن الله يحبه
“dia berkata, karena surat itu adalah sifat
Allah dan saya suka untuk membacakan surat itu. Maka Nabi shallallohu ‘alaihi
wassallam bersabda kabarkan padanya sesungguhnya Allah Ta’ala mencintai dia”.
_Diintisarikan oleh_ Muh.Hilal
Refrensi:
Tafsir Ibnu Katsir; Tafsir Al-Aisar;
Al-Aqidah Washitiyah; Tafsir Zad Al Masir; Kajian Abdul Shomad Tafsir
Al-Ikhlash (29/01/19); Kajian M Abduh Tausikal tentang memahami surat
Al-Ikhlas.