Tuesday, April 2, 2019

Ringkasan Tafsir Surat Al-Ikhlash

(Sumber Gambar: Wikipedia)

Para Sahabat radhiallohu ‘anhum dalam menyusun surat-surat Alqur’anul Karim menempatkan surat Al-Ikhlash pada urutan ke-112 atau merupakan tiga surat terakhir sebagai penutup susunan surat. Jumlah ayat dari surat Al-Ikhlash yaitu empat ayat dan termasuk dalam kategori surat Mufashshol pendek.

Adapun berdasarkan waktu turunnya, surat tersebut tergolong dalam surat Makiyyah yaitu surat yang turun pada periode Makkah atau sebelum Rasululloh shallallohu ‘alaihi wassallam hijrah. 

Menurut Syaikh Al-Utsaimin bahwa surat Al-Ikhlash dinamakan demikian karena di dalamnya murni membicarakan sifat Allah Ta’ala sehingga kita harus ridho terhadap sifat-sifat tersebut dan berserah diri hanya kepadaNya.

Asbabun Nuzul dari surat Al-Ikhlash yaitu sebagaimana yang diterangkan dalam hadist yang terdapat  dalam Musnad Imam Ahmad 5/134 yakni dari Ubai bin Ka’ab radhiallohu ‘anhu bahwa orang-orang musyrik berkata kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wassallam 
يامحمدانسب لناربك
“Wahai Muhammad, jelaskan kepada kami silsilah keturunan Tuhanmu,” maka Allah Ta’ala menurunkan surat Al-Ikhlash.

Adapun tafsir ayat-ayatnya sebagai berikut:
1.  Ayat pertama 
قل هوالله احد
“Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa”

Kata ‘Qul’ dalam ayat di atas berarti ‘katakan’, kata perintah tersebut secara khusus mengacu kepada Rasululloh shallallohu ‘alaihi wassallam adapun secara umum mengacu kepada semua ummat beliau hingga akhir zaman.

Kata ‘hua’ (Dia) dalam ayat di atas bukanlah muzakkar haqiqi akan tetapi merupakan muzakkar majas sebagaimana kata ‘qomar’ (bulan) disandingkan dengan kata ganti ‘hua’ menjadi ‘hua-alqomar’ sedangkan ‘syamsi’ (matahari) disandingkan dengan kata ‘hia’ menjadi ‘hia-syamsi’ dan ini menunjukkan bahwa kata ‘hia’ pada ‘syamsi’ tersebut merupakan muannas majas.

Kata ‘ahad’ dalam ayat di atas bermakna satu yang tidak terbagi, adapun satu yang merupakan satu kesatuan (yang ada bagian-bagiannya) disebut ‘wahid’.

Makna keseluruhan ayat pertama ini menurut Al-Qurtubhi rahimahulloh yaitu Al Wahid Al Witr tidak ada yang serupa denganNya, tidak ada yang sebanding denganNya, tidak memiliki istri ataupun anak, dan tidak ada sekutu bagiNya.

2. Ayat kedua 
الله اصمد
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”

Makna kata ‘ashshomad’ dalam ayat tersebut menurut Ibnul Jauziy yakni Allah adalah As Sayid (penghulu) tempat makhluk menyandarkan segala hajat padaNya, Dia tidak memiliki rongga (perut), Dia Maha Kekal bahkan tetap kekal setelah makhluk ciptaanNya binasa.

Ikrimah radhiallohu ‘anhu mengungkapkan bahwa makna ayat kedua secara keseluruhan yakni seluruh makhluk bersandar atau bergantung kepadaNya dalam segala kebutuhan maupun permasalahan.

Adapun Ali bin Abi Tholhah memaknai ayat kedua ini yaitu Dialah As Sayyid (pemimpin) yang kekuasaanNya sempurna. Dialah Asy Syarif yang kemuliaanNya sempurna. Dialah Al’Azhim yang keagunganNya sempurna. Dialah Al Halim yang kemurahanNya sempurna. Dialah Al ‘Alim yang ilmuNya sempurna. Dialah Al Hakim yang sempurna dalam hikmah atau hukumNya. Allahlah yang Maha Sempurna dalam segala kemuliaan dan kekuasaan. SifatNya ini tidak pantas kecuali bagiNya, tidak ada yang setara denganNya, tidak ada yang semisal denganNya. Maha Suci Allah yang Maha Esa dan Maha Kuasa.

3.  Ayat ketiga
لم يلدولم يولد
“Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan”

Ayat ini merupakan jawaban atas tuduhan kaum Yahudi dan Nashrani yang masing-masing mengatakan bahwa ‘Uzair dan Isa adalah anak Allah, sikap syirik mereka tersebut Allah cantumkan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 30-31. Sedangkan musyrik Arab mengatakan bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah (dalilnya terdapat dalam surat Az-Zukhruf ayat 19 dan Al-Anbiya ayat 26).

Semua klaim-klaim tersebut Allah tiadakan dengan ayat ini, bahwa Allah tidak beranak lalu dari anak tersebut akan mendapat warisan, tidak! Allah juga tidak pula diperanakkan yang kemudian karena hal itu Allah akan disekutui, Maha Suci Allah atas apa yang telah mereka persekutukan. 

4.  Ayat keempat 
ولم يكن له كفواحد
“dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengungkapkan bahwa maksud ayat keempat ini yaitu tidak ada yang serupa atau setara dengan Allah dalam hal nama, sifat dan perbuatan. 

Beberapa keutamaan dari Surat Al-Ikhlash yaitu Al-Ikhlash mengandung sepertiga isi Al-Qur’an dan membaca Al-Ikhlas dapat mendatangkan cinta Allah Ta’ala. Adapun dalilnya terdapat dalam hadist Riwayat Bukhori dari sahabat Abu Sa’id radhiallohu ‘anhu bahwa Rasululloh shallallohu ‘alaihi wassallam bersabda kepada para sahabat 
ايعجز أحدكم أن يقرأثلث القران في ليلة, اينا يطيق ذلك يارسول الله, فقال الله الواحدالصمدثلث القران
“Apakah akan melemahkan seorang diantara kalian untuk membaca sepertiga Al-Qur’an dalam satu malam?, para sahabat menjawab Siapakah diantara kami yang mampu melakukan hal itu wahai Rasululloh? Maka beliau bersabda 'alwahidu ashshomad' (Al-Ikhlash) adalah sepertiga Al-Qur’an”.

Maksud dari sepertiga Al-Qur’an bukanlah dengan membacanya lalu kita seolah-olah mengkhatamkan sepertiga Al-Qur’an, bukan. Akan tetapi isi Al-Qur’an terdiri atas tiga bahasan yaitu sifat-sifat Allah, hukum dari Allah dan kisah-kisah orang atau ummat terdahulu. Maka pantaslah Al-Ikhlas dikatakan sepertiga Al-Qur’an karena Al-Ikhlas ini konten seluruhnya tentang sifat-sifat Allah, sedangkan sifat-sifat Allah merupakan salah satu dari tiga bahasan Al-Qur’an.

Dalil membaca Al-Ikhlas dapat mendatangkan cinta Allah yaitu hadits Riwayat Bukhori dari ibunda Aisyah radhiallohu ‘anha, beliau menceritakan bahwa suatu hari Rasululloh shallallohu ‘alaihi wassallam mengutus seorang pria untuk suatu perang, pria ini membacakan untuk para sahabat dalam sholat mereka lalu dia menutup bacaan itu dengan membaca surat Al-Ikhlash, setelah mereka pulang mereka menyebutkan hal itu kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wassallam maka beliau bersabda, tanyakan padanya mengapa dia melakukan hal itu? Maka para sahabat bertanya padanya,
فقال لانهاصفةارحمن وأناأحب أن أقرأبها, فقال انبي صلي الله عليه وسلم أخبروه أن الله يحبه
“dia berkata, karena surat itu adalah sifat Allah dan saya suka untuk membacakan surat itu. Maka Nabi shallallohu ‘alaihi wassallam bersabda kabarkan padanya sesungguhnya Allah Ta’ala mencintai dia”.

_Diintisarikan oleh_ Muh.Hilal

Refrensi: 
Tafsir Ibnu Katsir; Tafsir Al-Aisar; Al-Aqidah Washitiyah; Tafsir Zad Al Masir; Kajian Abdul Shomad Tafsir Al-Ikhlash (29/01/19); Kajian M Abduh Tausikal tentang memahami surat Al-Ikhlas.